BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penulisan
Bahasa merupakan sistem simbol vokal yang arbitrer dalam suatu kebudayaan tertentu,yang
memiliki khas dan ciri tertentu. Digunakan oleh suat masyarakat untuk
berinteraksi dan bekerja sama. Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang
lain melalui berbagai cara. Meskipun cara yang digunakan pada setiap anak
berbeda-beda. Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak,
perkembangan bahasa lisan dan tulis yang terjadi pada mereka, serta perbedaan
individual dalam pemerolehan bahasa sangat penting bagi pelaksanaan
pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu mereka belajar membaca dan
menulis permulaan. Sehingga perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak
merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak
luput dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya.
Itulah sebabnya calon guru sekolah dasar perlu menguasai berbagai konsep yang
terkait dengan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian unsur – unsur bahasa ?
2.
Bagaimana menguraikan perolehan bahasa
anak ?
3.
Apa sajakah aspek – aspek berbahasa anak?
4.
Bagaimana meimplikasikan kegiatan
pembelajaran?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Mengatahui pengertian unsur – unsur
bahasa
2.
Mengatahui menguraikan perolehan bahasa
anak
3.
Mengatahui aspek – aspek berbahasa anak
4.
Mengatahui meimplikasikan kegiatan
pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
bahasa
1.
Mengidentifikasi
pengertian dan unsur – unsur bahasa
a.
Kognitif
Kognitif
perkembangannya diawali dengan perkembangan kemampuan mengamati, melihat
hubungan dan memecahkan masalah sederhana. Kemudian berkembang ke arah
pemahaman dan pemecahan masalah yang lebih rumit. Aspek ini berkembang pesat
pada masa anak mulai masuk sekolah dasar (usia 6-7 tahun). Berkembang
konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pda masa sekolah menengah
atas usia 16-17 tahun.
Menurut
Piaget, dinamika perkembangan intelektual individu mengikuti dua proses, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam struktur
kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya. Ada dua fungsi guru SD sekaitan
proses asimilasi, yakni meletakkan dasar struktur kognitif yang tepat tentang
sesuatu konsep pada kognisi anak dan memperkaya struktur kognitif menjadi
semakin lengkap dan mendalam. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan individu
dalam situasi ini
b.
Fisik
Perkembangan
fisik anak usia SD mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku umum menyangkut: tipe
perubahan, pola pertumbuhan fisik dan karakteristik perkembangan serta
perbedaan individual. Perubahan dalam proporsi mencakup perubahan tinggi dan
berat badan.Pada fase ini pertumbuhan fisik anak tetap berlangsung. Anak
menjadi lebih tinggi,lebih berat, lebih kuat, dan lebih banyak belajar berbagai
keterampilan. Perkembangan fisik pada masa ini tergolong lambat tetapi
konsisten, sehingga cukup beralasan jika dikenal sebagai masa tenang.
c.
Sosial
Perkembangan
aspek sosial diawali pada masa kanak-kanak (usia 3-5 tahun). Anak senang
bermain bersama teman sebayanya. Hubungan persebayaan ini berjalan terus dan
agak pesat terjadi pada masa sekolah (usia 11-12 tahun) dan sangat pesat pada
masa remaja(16-18 tahun). Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak berlangsung
melalui hubungan antar teman dalam berbagai bentuk permainan.
d.
Bahasa
Aspek
bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan suara, berlanjut dengan
meraban. Pada awal masa sekolah dasar berkembang kemampuan berbahasa sosial
yaitu bahasa untuk memahami perintah, ajakan serta hubungan anak dengan
teman-temannya atau orang dewasa. Pada akhir masa sekolah dasar berkembang
bahasa pengetahuan. Perkembangan ini sangat berhubungan erat dengan
perkembangan kemampuan intelektualdansosial. Bahasa merupakan alat untuk
berpikir dan berpikir merupakan suatu proses melihat dan memahami hubungan
antar hal. Bahasa juga merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang
lain, dan komunikasi berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Dengan demikian
perkembangan kemampuan berbahasa juga berhubungan erat dan saling menunjang
dengan perkembangan kemampuan sosial. Perkembangan bahasa yang berjalan pesat
pada awal masa sekolah dasar mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja.
e.
Afektif
Perkembangan aspek afektif atau
perasaan berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (13-14 tahun) dan
remaja tengah (15-16 tahun). Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme
dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan
yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah, rasa senang datang silih
berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa akrab
bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa
remaja akhir yaitu pada usia 18-21 tahun.
f. Moral keagamaan
Aspek moral dan keagamaan juga sudah
berkembang sejak anak masih kecil. Peranan lingkungan terutama lingkungan
keluarga sangat dominan bagi perkembangan aspek ini. Pada mulanya anak
melakukan perbuatan bermoral atau keagamaan karena meniru, baru kemudian
menjadi perbuatan atas prakarsa sendiri. Perbuatan prakarsa sendiripun pada
mulanya dilakukan karena adanya kontrol atau pengawasan dari luar, kemudian
berkembang karena kontro dari dalam atau dari dirinya sendiri. Tingkatan
tertinggi dalam perkembangan moral adalah melakukan sesuatu perbuatan bermoral
karena panggilan hati nurani, tanpa perintah, tanpa harapan akan sesuatu
imbalan atau pujian. Secara potensial tingkatan moral ini dapat dicapai oleh
individu pada akhir masa remaja, tetapi faktor-faktor dalam diri dan lingkungan
individu anak sangat berpengaruh terhadap pencapaiannya.
2.
Menguraikan Perolehan Bahasa
Pada Anak
Manusia sebagai mahluk sosial tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan saling berkomunikasi dan bentuk komunikasi
manusia merupakan yang paling sempurna daripada binatang, karena manusia dapat
melakukannya melalui berbagai sarana dan prasarana yang ada. Untuk
berkomunikasi manusia memerlukan sautu media, terutama yaitu bahsa. Oleh
karenanya setiap masyarakat mempunyai suatu media untuk berinteraksi dengan
yang lainnya. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain,
tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk lambing atau symbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian,
seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik
muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang
membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah SWT, yang
dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam
dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai mahluk berbudaya dan
mengembangkan budayanya.
Berikut ini adalah beberapa teori
pemerolehan bahasa pada anak diantaranya yaitu:
a. Teori
Pemerolehan Bahasa Behavioristik
Menurut pandangan kaum behavioristik atau kaum empirik
atau kaum antimentalistik, bahwa anak sejak lahir tidak membawa strutur
linguistik. Artinya, anak lahir tidak ada struktur linguistik yang dibawanya.
Anak yang lahir dianggap kosong dari bahasa. Mereka berpendapat bahwa anak yang
lahir tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa.
Brown dalam Pateda (1990:43) menyatakan bahwa anak
lahir ke dunia ini seperti kain putih tanpa catatan-catatan, lingkungannyalah
yang akan membentuknya yang perlahan-lahan dikondisikan oleh lingkungan dan
pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa
diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Pengalaman dan proses belajar
yang akan membentuk akuisisi bahasanya. Dengan demikian, bahasa dipandang
sebagai sesuatu yang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya
seperti orang yang akan belajar mengendarai sepeda.
Dikaitkan dengan akuisisi bahasa, teori behavioris
mendasarkan pada proses akuisisi melalui perubahan tingkah laku yang teramati.
Gagasan behavioristik terutama didasarkan pada teori belajar yang pusat
perhatian tertuju pada peranan lingkungan, baik verbal maupun nonverbal. Teori
belajar behavioris ini menjelaskan bahwa perubahan tingkah laku dilakukan dengan
menggunakan model stimulus (S) dan respon (R) Dengan demikian, akuisisi bahasa
dapat diterangkan berdasarkan konsep SR. Apabila berkata, “Bu, saya minta
makan”, sebenarnya sebelum ada ujaran ini anak telah ada stimulus berupa perut
terasa kosong dan lapar. Keinginan makan, antara lain dapat dipenuhi dengan
makan nasi atau bubur. Bagi seorang anak yang beraksi terhadap stimulus yang
akan datang, ia mencoba menghasilkan sebagian ujaran berupa bunyi yang kemudian
memperoleh pengakuan dari orang yang di lingkungan anak itu.
Kaum behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku
berbahasa yang berdaya guna untuk menghasilkan respon yang benar terhadap
setiap stimulus. Apabila respon terhadap stimulus telah disetujui kebenarannya,
hal itu menjadi kebiasaan. Misalnya seorang anak mengucapkan , "ma ma
ma",dan tidak ada anggota keluarga yang menolak kehadiran kata itu, maka
tuturan "ma ma ma", akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu akan
diulangi lagi ketika anak tadi melihat sesosok tubuh manusia yang akan disebut
ibu yang akan dipanggil "ma ma ma". Hal yang sama akan berlaku untuk
setiap kata-kata lain yang didengar anak.
b.
Teori
Pemerolehan Bahasa Mentalistik
Menurut pandangan kaum mentalis atau
rasionalis atau nativis, proses akuisisi bahasa bukan karena hasil proses
belajar, tetapi karena sejak lahir ia telah memiliki sejumlah kapasitas atau
potensi bahasa yang akan berkembang sesuai dengan proses kematangan
intelektualnya.
Hal ini
sesuai dengan pendapat Chomsky (1959) bahwa anak yang lahir ke dunia ini telah
membawa kapasitas atau potensi. Potensi bahasa ini akan turut menentukan
struktur bahasa yang akan digunakan. Pandangan ini yang akan kelask disebut
hipotesis rasionalis atau hipotesis ide-ide bawaan yang akan dipertentangkan
dengan hipotesis empiris yang berpendapat bahwa bahasa diperoleh melalui proses
belajar atau pengalaman.
Seperti telah dikatakan di atas
bahwa anak memiliki kapasitas atau potensi bahasa maka potensi bahasa ini akan
berkembang apabila saatnya tiba. Pandangan ini biasanya disebut pandangan
nativis (Brown, 1980:20). Kaum mentalis beranggapan bahwa setiap anak yang
lahir telah memiliki apa yang disebut LAD (Language Acquisition Device).
Kelengkapan bahas ini berisi sejumlah hipotesis bawaan. Hipotesis bawaan
menurut para ahli berpendapat bahasa adalah satu pola tingkah laku spesifik dan
bentuk tertentu dari persepsi kecakapan mengategorikan dan mekanisme hubungan
bahasa, secara biologis telah ditemukan (Comsky, 1959).
Dalam hubungan anak membawa sejumlah kapasitas dan potensi, kaum mentalis
memberikan alasan-alasan sebagai berikut:. Semua manusia belajar bahasa
tertentu; semua bahasa manusia sama-sama dapat dipelajari oleh manusia; semua
bahasa manusia bebeda dalam aspek lahirnya, tetapi semua bahasa mempunyai ciri
pembeda yang umum, ciri-ciri pembeda ini yang terdapat pada semua bahasa
merupakan kunci terhadap pengertian potensi bawaan bahasa tersebut. Argumen ini
mengarahkan kita kepada pengambilan kesimpulan bahwa potensi bawaan bukan saja
potensi untuk dapat mempelajari bahasa, tetapi hal itu merupakan potensi
genetik yang akan menentukan struktur bahasa yang akan dipelajarinya.
c.
Teori Akuisisi Bahasa Kognitif
Dalam psikolingustik, teori kognitif ini yang
memandang bahasa lebih mendalam lagi. Para penganut teori ini, berpendapat
bahwa kaidah generatif yang dikemukakan oleh kaum mentalis sangat abstrak,
formal, dan eksplisit serta sangat logis. Meskipun demikian, mereka mengemukakan secara spesifik
dan terbatas pada bentuk-bentuk bahasa. Mereka belum membahas hal-hal
menyangkut dalam lapisan bahasa, yakni ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan
emosi yang saling berpengaruh dalam struktur jiwa manusia. Para ahli bahasa
mulai melihat bahwa bahasa adalah manifestasi dari perkembangan umum yang
merupakan aspek kognitif dan aspek afektif yang menyatakan tentang dunia diri
manusia itu sendiri.
Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil
kerja yang nonbehavioris. Proses-proses mental dibayangkan sebagai yang secara
kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dapat diobservasi. Titik awal teori
kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan
struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik pemahaman maupun
produksi serta komprehensi, bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses
kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah. Jadi, stimulus
merupakan masukan bagi anak yang kemudian berproses dalam otak. Pada otak ini
terjadi mekanisme internal yang diatur oleh pengatur kognitif yang kemudian
keluar sebagai hasil pengolahan kognitif tadi.
Teori kognitif telah membawa satu persoalan dalam
pemberian organisasi kognitif bahasa anak. Persoalan itu, yakni belum ada model
yang terperinci yang memeriksa organisasi kognitif bahasa anak itu. Untunglah
Slobin telah menformulasikan sejumla prinsip operasi yang telah menarik
perhatian para ahli, Clark dan Clark (Hamied,1987:22-23) telah menyusun kembali
dan memformulasikan prinsip operasi Slobin tersebut.
3.
Merinci Aspek - Aspek
Berbahasa Anak
Aspek - aspek Berbahasa Anak Setidaknya
terdapat empat aspek dalam berbahasa, keempat aspek tersebut dipaparkan sebagai
berikut :
a.
Kemampuan menggunakan bahasa untuk
meyakinkan orang lain agar mau melakukan sesuatu . aspek ini seperti yang
dimiliki oleh para pemimpin dan politikus.
b.
Potensi yang membantu mengingat atau
menghafal, yaitu adanya kapasitas untuk menggunakan alat bantu mengingat
informasi, member jarak dan suatu urutan menjadi aturan permainan atau dari
suatu perintah menjadi prosedur meggerakkan sesuatu, misalnya mesin.
c.
Penjelasan, yaitu menjelaskan secara
oral, membuat syair, mengumpulkan pepatah atau peribahasa dan penjelasan
singkat kemudian meningkat sampai pada menggunakan kata-kata untuk menyusun
sebuah tulisan.
d.
Berbahasa untuk menjelaskan bahasa itu
sendiri, kemampuan menggunakan bahasa untuk merefleksikan bahasa itu sendiri
dan menggunakan analisa metalinguistik. Ini tampak pada anak saat bertanya,
“maksudmu yang mana, yang merah atau yang abu-abu?”, ini dikatakan oleh anak
dalam rangka mengarahkan anak lain untuk kembali merefleksikan apa yang sudah
dikatakan. Aspek bahasa lainnya adalah semantic (arti kata) dan pragmatis
(memandang sesuai keinginannya), yaitu dapat memanfaatkan dengan baik mekanisme
pemrosesan informasi secara lebih luas, dikaitkan dengan organ bicara.
4.
Memperkirakan
Implikasi bagi kegiatan pembelajaran
Implikasi bagi Kegiatan Pembelajaran Setelah
mempelajari berbagai aspek terkait dengan perkembangan bahasa ada anak,
khususnya anak sekolah dasar, maka berikut disampaikan sejumlah implikasi
terhadap kegiatan pembelajaran anak sebagai berikut :
a.
Apabila kegiatan pembelajatan yang
diciptakan bersfat efektif, maka perkembangan bahasa anak akan dapat berjalan
secara optimal. Sebaliknya apabila kegiatan pembelajaran berjalan kurang
efektif, maka dapat diprediksi bahwa perkembangan bahasa anak akan mengalami berbagai
hambatan.
b.
Bahasa adalah alat komunikasi yang
paling efektif dalam pergaulan sosial, sehingga sekiranya kita ingin
menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk mendapatkan hasil pendidikan yang
optimal, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif dan memungkinkan semua
pihak yang terlibat dalam interaksi pembelajaran dapat berperan secara aktif
dan poduktif. Dengan demikian guru Sd diharapkan sekali banyak menggunakan
bahasa anak daripada bahasa orang dewasa.
c.
Kendatipun setiap anak SD terutama yang
ada di kota, memiliki kemampuan potensial yang berbeda-beda namun pemberian
lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa sejak dini sangatlah
diperlukan. Lingkungan yang kondusif dapat tercipta sesuai dengan kebutuhan
anak untuk perkembangan bahasa pada saatnya, akan berdampak sangat positif
terhadap perkembangan bahasa anak, tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang
pasif melainkan juga dapat menjadi pengguna ahasa aktif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kemampuan berbahasa Indonesia adalah
salah satu syarat yang harus dipenuhi masyarakat Indonesia, tidak terkecuali
murid sekolah dasar. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar,
bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok. Pelajaran bahasa Indonesia
diajarkan kepada murid berdasarkan kurikulum yang berlaku, yang di dalamnya
(kurikulum pendidikan dasar) tercantum beberapa tujuan pembelajaran. Sebagai
suatu alat komunikasi, bahasa memiliki seperangkat sistem yang satu sama lain
saling mempengaruhi yaitu fonem, morfem, sintaksis, semantic dan pragmantik.
Ada dua ragam komunikasi yang digunakan manusia melalui bahasa, yaitu ragam bahasa
lisan dan ragam tulisan.
B.
Saran
Oleh karena itu
bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada
anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya, karena itu terimalah keunikan
mereka dengan kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Bantu dan beri
dukungan anak untuk mengenali kelebihan dan menerima kekurangan mereka. Bantu
membuat strategi belajar untuk mengatasi kekurangan mereka, berikan alat-alat
bantu dan peraga sehingga anak mampu menyentuh, melihat dan mendengarnya serta
menghubungkan dengan konsep yang dipelajari, menciptakan suasana belajar sambil
bermain dan bermain sambil belajar. Dengan pemahaman akan kekurangan mereka dan
mengingat kelebihan yang mereka miliki akan meningkatkan kadar kesabaran para
orang tua, demikian pula guru. Bekerja samalah dengan guru, sehingga ada
kesinambungan dalam pengamatan perkembangan anak serta dukungan moral dan
emosional buat anak terutama saat di sekolah dan berilah pujian ketika anak
berhasil melakukan tugasnya, bantu dan dukung untuk mengembankan kepercayaan
diri dan kemandirian dalam belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Desmita.
2009. Psikologi perkembangan peserta
didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Fatimah,
E. 2010. Pikologi Perkembangan
(perkembangan peserta didik). Bandung: CV Pustaka Setia.
Papalia,
Dian.,dkk. 200. Human Development
(Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana.
LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan)
dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia). 2003. Jurnal Ilmu
Pendidikan Jilid 10 nomor 3. Madiun:
IKIP: PGRI
Holil,
A. 2008. Teori Perkembangan Kognitif
Piaget.