Welcome to my blog, hope you enjoy reading :)
RSS

Rabu, 26 Oktober 2016

Menguraikan Perolehan Bahasa Anak



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penulisan
Bahasa merupakan sistem simbol vokal yang arbitrer dalam suatu kebudayaan tertentu,yang memiliki khas dan ciri tertentu. Digunakan oleh suat masyarakat untuk berinteraksi dan bekerja sama. Anak-anak belajar berkomunikasi dengan orang lain melalui berbagai cara. Meskipun cara yang digunakan pada setiap anak berbeda-beda. Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak, perkembangan bahasa lisan dan tulis yang terjadi pada mereka, serta perbedaan individual dalam pemerolehan bahasa sangat penting bagi pelaksanaan pembelajaran bahasa anak, khususnya pada waktu mereka belajar membaca dan menulis permulaan. Sehingga perkembangan bahasa atau komunikasi pada anak merupakan salah satu aspek dari tahapan perkembangan anak yang seharusnya tidak luput dari perhatian para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya. Itulah sebabnya calon guru sekolah dasar perlu menguasai berbagai konsep yang terkait dengan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian unsur – unsur bahasa ?
2.      Bagaimana menguraikan perolehan bahasa anak ?
3.      Apa sajakah aspek – aspek berbahasa anak?
4.      Bagaimana meimplikasikan kegiatan pembelajaran?

C.    Tujuan Penulisan
1.    Mengatahui pengertian unsur – unsur bahasa
2.    Mengatahui menguraikan perolehan bahasa anak
3.    Mengatahui aspek – aspek berbahasa anak
4.    Mengatahui meimplikasikan kegiatan pembelajaran


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perkembangan bahasa
1.    Mengidentifikasi pengertian dan unsur – unsur bahasa
a.    Kognitif
Kognitif perkembangannya diawali dengan perkembangan kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah sederhana. Kemudian berkembang ke arah pemahaman dan pemecahan masalah yang lebih rumit. Aspek ini berkembang pesat pada masa anak mulai masuk sekolah dasar (usia 6-7  tahun). Berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pda masa sekolah menengah atas usia 16-17 tahun.
Menurut Piaget, dinamika perkembangan intelektual individu mengikuti dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya. Ada dua fungsi guru SD sekaitan proses asimilasi, yakni meletakkan dasar struktur kognitif yang tepat tentang sesuatu konsep pada kognisi anak dan memperkaya struktur kognitif menjadi semakin lengkap dan mendalam. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan individu dalam situasi ini
b.    Fisik
Perkembangan fisik anak usia SD mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku umum menyangkut: tipe perubahan, pola pertumbuhan fisik  dan karakteristik perkembangan serta perbedaan individual. Perubahan dalam proporsi mencakup perubahan tinggi dan berat badan.Pada fase ini pertumbuhan fisik anak tetap berlangsung. Anak menjadi lebih tinggi,lebih berat, lebih kuat, dan lebih banyak belajar berbagai keterampilan. Perkembangan fisik pada masa ini tergolong lambat tetapi konsisten, sehingga cukup beralasan jika dikenal sebagai masa tenang.
c.    Sosial
Perkembangan aspek sosial diawali pada masa kanak-kanak (usia 3-5 tahun). Anak senang bermain bersama teman sebayanya. Hubungan persebayaan ini berjalan terus dan agak pesat terjadi pada masa sekolah (usia 11-12 tahun) dan sangat pesat pada masa remaja(16-18 tahun). Perkembangan sosial pada masa kanak-kanak berlangsung melalui hubungan antar teman dalam berbagai bentuk permainan.
d.   Bahasa
Aspek bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan suara, berlanjut dengan meraban. Pada awal masa sekolah dasar berkembang kemampuan berbahasa sosial yaitu bahasa untuk memahami perintah, ajakan serta hubungan anak dengan teman-temannya atau orang dewasa. Pada akhir masa sekolah dasar berkembang bahasa pengetahuan. Perkembangan ini sangat berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan intelektualdansosial. Bahasa merupakan alat untuk berpikir dan berpikir merupakan suatu proses melihat dan memahami hubungan antar hal. Bahasa juga merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan kemampuan berbahasa juga berhubungan erat dan saling menunjang dengan perkembangan kemampuan sosial. Perkembangan bahasa yang berjalan pesat pada awal masa sekolah dasar mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja.
e.    Afektif
Perkembangan aspek afektif atau perasaan berjalan konstan, kecuali pada masa remaja awal (13-14 tahun) dan remaja tengah (15-16 tahun). Pada masa remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada masa remaja tengah, rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka, kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa akrab bertukar dengan kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir yaitu pada usia 18-21 tahun.
f.     Moral keagamaan
Aspek moral dan keagamaan juga sudah berkembang sejak anak masih kecil. Peranan lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan bagi perkembangan aspek ini. Pada mulanya anak melakukan perbuatan bermoral atau keagamaan karena meniru, baru kemudian menjadi perbuatan atas prakarsa sendiri. Perbuatan prakarsa sendiripun pada mulanya dilakukan karena adanya kontrol atau pengawasan dari luar, kemudian berkembang karena kontro dari dalam atau dari dirinya sendiri. Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral adalah melakukan sesuatu perbuatan bermoral karena panggilan hati nurani, tanpa perintah, tanpa harapan akan sesuatu imbalan atau pujian. Secara potensial tingkatan moral ini dapat dicapai oleh individu pada akhir masa remaja, tetapi faktor-faktor dalam diri dan lingkungan individu anak sangat berpengaruh terhadap pencapaiannya.
2.    Menguraikan Perolehan Bahasa Pada Anak
Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan dari kegiatan saling berkomunikasi dan bentuk komunikasi manusia merupakan yang paling sempurna daripada binatang, karena manusia dapat melakukannya melalui berbagai sarana dan prasarana yang ada. Untuk berkomunikasi manusia memerlukan sautu media, terutama yaitu bahsa. Oleh karenanya setiap masyarakat mempunyai suatu media untuk berinteraksi dengan yang lainnya. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dengan orang lain, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambing atau symbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah SWT, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai mahluk berbudaya dan mengembangkan budayanya.
Berikut ini adalah beberapa teori pemerolehan bahasa pada anak diantaranya yaitu:
a.    Teori Pemerolehan Bahasa Behavioristik
Menurut pandangan kaum behavioristik atau kaum empirik atau kaum antimentalistik, bahwa anak sejak lahir tidak membawa strutur linguistik. Artinya, anak lahir tidak ada struktur linguistik yang dibawanya. Anak yang lahir dianggap kosong dari bahasa. Mereka berpendapat bahwa anak yang lahir tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa.
Brown dalam Pateda (1990:43) menyatakan bahwa anak lahir ke dunia ini seperti kain putih tanpa catatan-catatan, lingkungannyalah yang akan membentuknya yang perlahan-lahan dikondisikan oleh lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar. Pengalaman dan proses belajar yang akan membentuk akuisisi bahasanya. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan, sama halnya seperti orang yang akan belajar mengendarai sepeda.
Dikaitkan dengan akuisisi bahasa, teori behavioris mendasarkan pada proses akuisisi melalui perubahan tingkah laku yang teramati. Gagasan behavioristik terutama didasarkan pada teori belajar yang pusat perhatian tertuju pada peranan lingkungan, baik verbal maupun nonverbal. Teori belajar behavioris ini menjelaskan bahwa perubahan tingkah laku dilakukan dengan menggunakan model stimulus (S) dan respon (R) Dengan demikian, akuisisi bahasa dapat diterangkan berdasarkan konsep SR. Apabila berkata, “Bu, saya minta makan”, sebenarnya sebelum ada ujaran ini anak telah ada stimulus berupa perut terasa kosong dan lapar. Keinginan makan, antara lain dapat dipenuhi dengan makan nasi atau bubur. Bagi seorang anak yang beraksi terhadap stimulus yang akan datang, ia mencoba menghasilkan sebagian ujaran berupa bunyi yang kemudian memperoleh pengakuan dari orang yang di lingkungan anak itu.
Kaum behavioris memusatkan perhatian pada pola tingkah laku berbahasa yang berdaya guna untuk menghasilkan respon yang benar terhadap setiap stimulus. Apabila respon terhadap stimulus telah disetujui kebenarannya, hal itu menjadi kebiasaan. Misalnya seorang anak mengucapkan , "ma ma ma",dan tidak ada anggota keluarga yang menolak kehadiran kata itu, maka tuturan "ma ma ma", akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu akan diulangi lagi ketika anak tadi melihat sesosok tubuh manusia yang akan disebut ibu yang akan dipanggil "ma ma ma". Hal yang sama akan berlaku untuk setiap kata-kata lain yang didengar anak.
b.    Teori Pemerolehan Bahasa Mentalistik                                                                             
Menurut pandangan kaum mentalis atau rasionalis atau nativis, proses akuisisi bahasa bukan karena hasil proses belajar, tetapi karena sejak lahir ia telah memiliki sejumlah kapasitas atau potensi bahasa yang akan berkembang sesuai dengan proses kematangan intelektualnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Chomsky (1959) bahwa anak yang lahir ke dunia ini telah membawa kapasitas atau potensi. Potensi bahasa ini akan turut menentukan struktur bahasa yang akan digunakan. Pandangan ini yang akan kelask disebut hipotesis rasionalis atau hipotesis ide-ide bawaan yang akan dipertentangkan dengan hipotesis empiris yang berpendapat bahwa bahasa diperoleh melalui proses belajar atau pengalaman.
Seperti telah dikatakan di atas bahwa anak memiliki kapasitas atau potensi bahasa maka potensi bahasa ini akan berkembang apabila saatnya tiba. Pandangan ini biasanya disebut pandangan nativis (Brown, 1980:20). Kaum mentalis beranggapan bahwa setiap anak yang lahir telah memiliki apa yang disebut LAD (Language Acquisition Device). Kelengkapan bahas ini berisi sejumlah hipotesis bawaan. Hipotesis bawaan menurut para ahli berpendapat bahasa adalah satu pola tingkah laku spesifik dan bentuk tertentu dari persepsi kecakapan mengategorikan dan mekanisme hubungan bahasa, secara biologis telah ditemukan (Comsky, 1959).
Dalam hubungan anak membawa sejumlah kapasitas dan potensi, kaum mentalis memberikan alasan-alasan sebagai berikut:. Semua manusia belajar bahasa tertentu; semua bahasa manusia sama-sama dapat dipelajari oleh manusia; semua bahasa manusia bebeda dalam aspek lahirnya, tetapi semua bahasa mempunyai ciri pembeda yang umum, ciri-ciri pembeda ini yang terdapat pada semua bahasa merupakan kunci terhadap pengertian potensi bawaan bahasa tersebut. Argumen ini mengarahkan kita kepada pengambilan kesimpulan bahwa potensi bawaan bukan saja potensi untuk dapat mempelajari bahasa, tetapi hal itu merupakan potensi genetik yang akan menentukan struktur bahasa yang akan dipelajarinya.
c.    Teori Akuisisi Bahasa Kognitif
Dalam psikolingustik, teori kognitif ini yang memandang bahasa lebih mendalam lagi. Para penganut teori ini, berpendapat bahwa kaidah generatif yang dikemukakan oleh kaum mentalis sangat abstrak, formal, dan eksplisit serta sangat logis. Meskipun demikian, mereka mengemukakan secara spesifik dan terbatas pada bentuk-bentuk bahasa. Mereka belum membahas hal-hal menyangkut dalam lapisan bahasa, yakni ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang saling berpengaruh dalam struktur jiwa manusia. Para ahli bahasa mulai melihat bahwa bahasa adalah manifestasi dari perkembangan umum yang merupakan aspek kognitif dan aspek afektif yang menyatakan tentang dunia diri manusia itu sendiri.
Teori kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil kerja yang nonbehavioris. Proses-proses mental dibayangkan sebagai yang secara kualitatif berbeda dari tingkah laku yang dapat diobservasi. Titik awal teori kognitif adalah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya. Baik pemahaman maupun produksi serta komprehensi, bahasa pada anak dipandang sebagai hasil proses kognitif yang secara terus-menerus berkembang dan berubah. Jadi, stimulus merupakan masukan bagi anak yang kemudian berproses dalam otak. Pada otak ini terjadi mekanisme internal yang diatur oleh pengatur kognitif yang kemudian keluar sebagai hasil pengolahan kognitif tadi.
Teori kognitif telah membawa satu persoalan dalam pemberian organisasi kognitif bahasa anak. Persoalan itu, yakni belum ada model yang terperinci yang memeriksa organisasi kognitif bahasa anak itu. Untunglah Slobin telah menformulasikan sejumla prinsip operasi yang telah menarik perhatian para ahli, Clark dan Clark (Hamied,1987:22-23) telah menyusun kembali dan memformulasikan prinsip operasi Slobin tersebut.
3.    Merinci Aspek - Aspek Berbahasa Anak
Aspek - aspek Berbahasa Anak Setidaknya terdapat empat aspek dalam berbahasa, keempat aspek tersebut dipaparkan sebagai berikut :
a.    Kemampuan menggunakan bahasa untuk meyakinkan orang lain agar mau melakukan sesuatu . aspek ini seperti yang dimiliki oleh para pemimpin dan politikus.
b.    Potensi yang membantu mengingat atau menghafal, yaitu adanya kapasitas untuk menggunakan alat bantu mengingat informasi, member jarak dan suatu urutan menjadi aturan permainan atau dari suatu perintah menjadi prosedur meggerakkan sesuatu, misalnya mesin.
c.    Penjelasan, yaitu menjelaskan secara oral, membuat syair, mengumpulkan pepatah atau peribahasa dan penjelasan singkat kemudian meningkat sampai pada menggunakan kata-kata untuk menyusun sebuah tulisan.
d.   Berbahasa untuk menjelaskan bahasa itu sendiri, kemampuan menggunakan bahasa untuk merefleksikan bahasa itu sendiri dan menggunakan analisa metalinguistik. Ini tampak pada anak saat bertanya, “maksudmu yang mana, yang merah atau yang abu-abu?”, ini dikatakan oleh anak dalam rangka mengarahkan anak lain untuk kembali merefleksikan apa yang sudah dikatakan. Aspek bahasa lainnya adalah semantic (arti kata) dan pragmatis (memandang sesuai keinginannya), yaitu dapat memanfaatkan dengan baik mekanisme pemrosesan informasi secara lebih luas, dikaitkan dengan organ bicara.
4.    Memperkirakan Implikasi bagi kegiatan pembelajaran
Implikasi bagi Kegiatan Pembelajaran Setelah mempelajari berbagai aspek terkait dengan perkembangan bahasa ada anak, khususnya anak sekolah dasar, maka berikut disampaikan sejumlah implikasi terhadap kegiatan pembelajaran anak sebagai berikut :
a.    Apabila kegiatan pembelajatan yang diciptakan bersfat efektif, maka perkembangan bahasa anak akan dapat berjalan secara optimal. Sebaliknya apabila kegiatan pembelajaran berjalan kurang efektif, maka dapat diprediksi bahwa perkembangan bahasa anak akan mengalami berbagai hambatan.
b.    Bahasa adalah alat komunikasi yang paling efektif dalam pergaulan sosial, sehingga sekiranya kita ingin menghasilkan pembelajaran yang efektif untuk mendapatkan hasil pendidikan yang optimal, maka sangat diperlukan bahasa yang komunikatif dan memungkinkan semua pihak yang terlibat dalam interaksi pembelajaran dapat berperan secara aktif dan poduktif. Dengan demikian guru Sd diharapkan sekali banyak menggunakan bahasa anak daripada bahasa orang dewasa.

c.    Kendatipun setiap anak SD terutama yang ada di kota, memiliki kemampuan potensial yang berbeda-beda namun pemberian lingkungan yang kondusif bagi perkembangan bahasa sejak dini sangatlah diperlukan. Lingkungan yang kondusif dapat tercipta sesuai dengan kebutuhan anak untuk perkembangan bahasa pada saatnya, akan berdampak sangat positif terhadap perkembangan bahasa anak, tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang pasif melainkan juga dapat menjadi pengguna ahasa aktif.






















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kemampuan berbahasa Indonesia adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi masyarakat Indonesia, tidak terkecuali murid sekolah dasar. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar, bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok. Pelajaran bahasa Indonesia diajarkan kepada murid berdasarkan kurikulum yang berlaku, yang di dalamnya (kurikulum pendidikan dasar) tercantum beberapa tujuan pembelajaran. Sebagai suatu alat komunikasi, bahasa memiliki seperangkat sistem yang satu sama lain saling mempengaruhi yaitu fonem, morfem, sintaksis, semantic dan pragmantik. Ada dua ragam komunikasi yang digunakan manusia melalui bahasa, yaitu ragam bahasa lisan dan ragam tulisan.
B.     Saran
Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya, karena itu terimalah keunikan mereka dengan kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Bantu dan beri dukungan anak untuk mengenali kelebihan dan menerima kekurangan mereka. Bantu membuat strategi belajar untuk mengatasi kekurangan mereka, berikan alat-alat bantu dan peraga sehingga anak mampu menyentuh, melihat dan mendengarnya serta menghubungkan dengan konsep yang dipelajari, menciptakan suasana belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Dengan pemahaman akan kekurangan mereka dan mengingat kelebihan yang mereka miliki akan meningkatkan kadar kesabaran para orang tua, demikian pula guru. Bekerja samalah dengan guru, sehingga ada kesinambungan dalam pengamatan perkembangan anak serta dukungan moral dan emosional buat anak terutama saat di sekolah dan berilah pujian ketika anak berhasil melakukan tugasnya, bantu dan dukung untuk mengembankan kepercayaan diri dan kemandirian dalam belajar.

DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2009. Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Fatimah, E. 2010. Pikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung: CV Pustaka Setia.

Papalia, Dian.,dkk. 200. Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana.

LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan) dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia). 2003. Jurnal Ilmu Pendidikan  Jilid 10 nomor 3. Madiun: IKIP: PGRI

Holil, A. 2008. Teori Perkembangan Kognitif Piaget.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Website templateswww.seodesign.usFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver