BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Penulisan
Dalam
kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di wariskan oleh
orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat
melayu dulunya memiliki budaya kerja yang di sebut “ semangat kerja” yang tinggi, semangat
yang mampu harkat dan martabat kaumnya”
untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi” dengan masyarakat dan dengan
bangsa lain. Sedangkan, budaya kerja masyarakat
melayu yang lazim di sebut dengan “ pedoman kerja melayu “, di akui oleh
banyak ahli, karena hal ini sangat ideal dengan budaya kerja yang universal,
terutama di dunia islam.dengan modal “ pedoman kerja melayu” tersebut
masyarakat melayu mampu membangun negri dan kampung halaman, mereka juga mampu
mensejahterakan kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.
Dalam
ekonomi melayu, perinsip keadilan dan kebersamaanmerupakan hal yang penting.
Prinsip dan kebersamaan dan tolong menolong juga merupakan dasar dalam ekonomi
melayu. Di dalam makalah ini, penulis sedikit membahas mengenai Etos Kerja
Orang Melayu. Dengan begitu, kita akan mengetahui sedikit banyak mengenai
budaya kerja orang melayu.
Pakaian
melayu sudah dikenal sejak dahulu, seperti pada masa-masa kerajaan sudah
mengenal yang namanya pakaian yang indah-indah. Pakaian merupakan symbol budaya
yang menandai perkembangan akulturasi dan kekhasan budaya tertentu.Pakaian juga
dapat pula menjadi penanda bagi pemikiran masyarakat, termasuk pakaian
tradisional melayu. Pakaian tradisional melayu terdiri dari pakaian harian dan
pakaian adat.
Pakaian
harian dapat dipakai setiap hari, baik oleh anak-anak, dewasa, maupun orang
tua. Pakaian sehari-hari dikenakan untuk berbagai kegiatan harian seperti
bekerja diladang, bermain, dirumah dan lain-lain. Sedangkan Pakaian tradisional
melayu terdiri dari berbagai macam jenis pakaian. Misalnya pada acara-acara
resmi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu etos kerja ?
2.
Bagaimana etos dan etika kerja orang melayu ?
3.
Bagaimana pandangan orang melayu terhadap kerja?
4.
Apa saja mata pencaharian tradisional orang melayu?
5.
Dan bagaimana pandangan orang melayu terhadap harta ?
6.
Bagaimana bentuk dan jenis pakaian melayu?
7.
Bagaimana cara memakai pakaian melayu dengan benar?
8.
Apa saja simbol yang tertera pada pakaian
melayu?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengatahui etos kerja melayu
2. Untuk
mengetahui kerja orang melayu
3. Untuk
mengetahui bentuk dan jenis pakaian melayu
4. Untuk
mengetahui cara memakai pakaian melayu dengan benar
5. Untuk
mengetahui simbol yang tertera pada pakaian melayu
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Etos
Kerja Orang Melayu
1. Pengertian Etos Kerja
Etos berasal
dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh
individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan
seseorang atau sesesuatu kelompok.
Menurut K.
Bertens (1994), secara etimologis istilah etos berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “tempat hidup”. Mula-mula tempat hidup dimaknai sebagai adat istiadat
atau kebiasaan. Sejalan dengan waktu, kata etos berevolusi dan berubah
makna menjadi semakin kompleks. Dari kata yang sama muncul pula istilah ethikos
yang berarti “teori kehidupan”, yang kemudian menjadi “etika”.Dalam bahasa
Indonesia kita dapat menterjemahkannya sebagai “sifat dasar”, “pemunculan” atau
“disposisi (watak)”.Etos adalah keyakinan yang menuntun seseorang, kelompok
atau suatu institusi.
2. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja
Secara umum,
etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan
individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
a.
Pendorong timbulnya perbuatan
b.
Penggairah dalam aktivitas
c.
Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya
motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
Kerja
merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S Purwadaminta,
kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan. Kerja memiliki arti
luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan
manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual
maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit,
kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi.
3. Ciri - Ciri Etos Kerja
Ciri-ciri orang
yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap
dan tingkah lakunya, diantaranya:
a.
Orientasi ke Masa depan
Artinya
semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa
depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang,
lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung
dirinya untuk mempersiapkan hari esok.
b.
Kerja keras dan teliti
serta menghargai waktu
Kerja
santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan
dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi
dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh
(membangun) dan membina komunikasi sosial.
c.
Bertanggung jawab
Semua
masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik
kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan
kesalahan di bawah.
d.
Hemat dan sederhana
Seseorang
yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas
alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat
efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap
boros, karena boros adalah sikapnya setan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja.
Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:
a.
Usia
Menurut
hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s, pekerja yang berusia di bawah 30
tahun memiliki etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia diatas 30
tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).
b.
Jenis kelamin
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000), wanita memiliki
etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.
c.
Latar belakang pendidikan
Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja
tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan
terendah dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU. Etos kerja
tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber
daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya
kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan
bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan
keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas
masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Bertens, 1994).
d.
Lama bekerja
Menurut
penelitian Boatwright dan Slate (2000) mengungkapkan bahwa pekerja yang sudah
bekerja selama 1-2 tahun memiliki etos kerja yang lebih tinggi daripada yang
bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin tinggilah
kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan
jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi seseorang terhadap kualitas
kehidupan bekerjanya (Walton, dalam Kossen 1986).
e.
Motivasi intrinsik individu
Anoraga
(2009) mengatakan bahwa individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah
individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan
sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang.
Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja
seseorang.
5. Etos Kerja Masyarakat Melayu
Masyarakat melayu dulunya memiliki etos kerja yang di sebut “
semangat kerja” yang tinggi, semangat yang mampu harkat dan martabat
kaumnya” untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi” dengan masyarakat dan
dengan bangsa lain. Sedangkan, etos kerja masyarakat melayu yang lazim di
sebut dengan “ pedoman kerja melayu “, di akui oleh banyak ahli, karena hal ini
sangat ideal dengan etos kerja yang universal, terutama di dunia Islam. Dengan
modal “ pedoman kerja melayu” tersebut masyarakat melayu mampu membangun negri
dan kampung halaman, mereka juga mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan
menghadapi persaingan.
Dalam etos kerja melayu, prinsip keadilan dan kebersamaan merupakan hal
yang penting. Prinsip dan kebersamaan dan tolong menolong juga merupakan dasar
dalam etos kerja melayu. Di dalam buku ini, penulis sedikit membahas mengenai
Etos Kerja Orang Melayu. Dengan begitu, kita akan mengetahui sedikit banyak
mengenai etos kerja orang melayu.
Dalam kehidupan orang melayu, etos kerja mereka telah di wariskan oleh
orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat melayu dulunya memiliki
etos kerja yang di sebut “ semangat kerja” yang tinggi, semangat yang
mampu mengangkat harkat dan martabat kaumnya” untuk duduk sama rendah tegak
sama tinggi” dengan masyarakat dan dengan bangsa lain.
Sedangkan
etika kerja masyarakat melayu yang lazim di sebut dengan “pedoman kerja melayu
“, di akui oleh banyak ahli. Karena hal ini sangat ideal dengan etos kerja yang
universal, terutama di dunia islam.Dengan modal “ pedoman kerja melayu”
tersebut masyarakat melayu mampu membangun negri dan kampung halaman.Mereka
juga mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.
Di samping itu, budaya melayu juga mengajarkan etika kerja. Adapun konsep
etika kerja dalam budaya melayu dapat di lihat dari pribahasa berikut ini :
a.
Biar lambat asal selamat
Orang-orang tua melayu, menekankan pada anak anaknya
supaya berhati hati dalam bekerja dan mengambil keputusan.
b.
Tidak lari gunung di kejar
Orang melayu di sarankan tidak tergopoh gopoh dan
selalu bersabar dalam bekerja, sebab dengan tergopoh gopoh hasilnya tidak baik.
c.
Awal di buat, akhir di ingat
Pekerjaan yang di kerjakan secara tergesa gesa selalu
menimbulkan kesulitan dan tidak lengkap, tidak terurus. Oleh sebab itu,
masyarakat melayu jika hendak membuat suatu aktivitas selalu di fikirkan
semasak masaknyasehingga hasilnya maksimal
6. PandanganOrang Melayu Terhadap Kerja
Orang melayu
yang mendasarkan budayanya dengan teras islam selalu memandang bahwa
bekerjamerupakan ibadah, kewajiban dan tanggung jawab.bekerja sebagai ibadah
merupakan hasil pemahaman orang melayu tehadap al-qur’an dan hadits nabi
muhammad saw
Masalah
budaya kerja sering kali muncul ketika kita membuat perbandingan, misalnya di
antara suku-suku yang ada di indonesia, antara kaum pribumui dan non pribumi.
Suku minang dan suku bugis di kenal sebagai suku suku pedagang. Dari profesi
yang mereka tekuni inilah orang melihat bahwa kedua suku ini memiliki etos
kerja yang tinggi. Kedua suku ini di kenal sebagai perantau di berbagai
daerah, sementara itu, bebrapa suku
lainnya di indonesia di kenal mempunyai etos kerja yang rendah, sebut saja suku
melayu yang di kenal atau sering di beri label stereotip pemalas.
pandangan
serupa juga di terapkan dalam menilai antara pribumi dan non pribumi. Orang
orang cina sering kali dinilai mempunyai etos kerja yang tinggi bila di
bandingkan dengan penduduk pribumi. Di kalangan masyarakat melayu sendiri
muncul pengakuan bahwa orang melayu belum mempunyai budaya kerja yang tinggi .
pada tahun 1970, mahathir bin muhammad mengemukakannya dalam the malay dilemma yang menyoroti
perihal orang melayu. Mahatir menilai orang melayu di manjakan oleh lingkungan
geografisnya, yang tidak mendorong orang melayu untuk bersaing, sehingga mereka
menjadi lemah dan tidak mampu bekerja keras
Pandangan
yang menilai orang melayu tidak mempunyai semangat kerja dan terkesan malas
tidak lah di setujui oleh semua pihak. mengkritik dengan keras tentang pendapat itu. Alatas
mengatakan bahwa pendapat yang di
kemukakan oleh orang orang tersebut, di sebabkan oleh kurangnya wawasan mereka
tentang ilmu ilmu sosial dan ketidak tahuan mereka dengan sejarah melayu.
Alatas menolak anggapan tentang kemalasan orang melayu, karena kemalasan adalah
konsep yang relatif, yang lebih di cirikan tidak adanya unsur penting dari
padanya unsur penting. Kemalasan di cirikan oleh sikap mengelak terhadap
keadaan yang seharusnya memerlukan usaha dan kerja keras
7. Mata pencaharian orang melayu
Mata pencarian masyarakat orang melayu beraneka ragam, mulai dari usaha
yang bergantung kepada alam sampai pada usaha yang mengandalkan jasa. Kekayaan
yang di miliki oleh bumi melayu merupakan anugrah allah, dan membuat
masyarakatnya hidup dalam serba cukup. Secara geografis, mata pencaharian
tradisional masyarakat bisa di bagi dalam dua kelompok, yaitu, masyarakat yang
hidup di daerah daratan yang berhutan lebat, bersungai sungai dan berawa rawa
dan masyarakat yang hidup di daerah pesisir yang berlaut luas.maka usaha
tradisionalpun di sesuaikan dengan keadaan kedua daerah tersebut.
Pada dasarnya, dahulu kedua jenis daerah ini sistem mata pencahariannya
adalah dengan cara mengumpulkan bahan bahan makanan yang di sediakan alam.akan
tetapi, dalam perkembangan selanjutnya masyarakatnya tidak bisa lagi
menggantungkan kehidupannya hanya pada pemberian alam saja. Perkembangan ini
lambat laun menimbulkan pula pembagian kerja secara alamiah. mereka yang hidup
di pesisir akhirnya terdiri dari masyarakat taniu adan masyarakat nelayan. Dan
mereka yang hidup di daerah pedalaman yang berhutan, bersungai dan berawa-rawa,
dalam perkembangan kemudian lebih mengutamakan bercocok tanam dengan sistem
ladang.
Paling kurang, ada delapan mata pencaharian tradisional masyarakat melayu.
Kedelapan pencaharian ini di sebut juga tapak lapan, maksudnya dari situlah kehidupan
berpijak atau bertumpu. Adapun tapak delapan tersebut adalah :
a.
Berkebun, seperti
membuat kebun getah dan kebun kelapa
b.
Beladang, yakni
menanam padi, jagung dan sayur-sayuran
c.
Beniro, yaitu
mengambil air enau lalu menjadikannya manisan
d.
Beternak, seperti
memelihara ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau.
e.
Bertukang, membuat
rumah, sampan, tongkang dan peralatan lainnya
f.
Berniaga atau
menjadi saudagar
g.
Nelayan, yaitu
mengambil hasil laut atau di sungai
h.
Mendulang ( mengambil
emas disepanjang sungai ) serta mengambil hasil hutan berupa rotan, damar
jelutung, dan lain lain sebagainya.
8. Pandangan orang melayu terhadap harta
Pandangan
orang melayu terhadap harta benda pada umumnya sangat terpengaruh oleh ajaran
islam, sehingga term-term yang di gunakan untuk mencari harta tersebut banyak
mengandung simbol simbol islam. Mengenai harta benda, dalam pandangan orang
melayu yang utama ialah “berkahnya dan
bukan jumlahnya”. Harta yang bisa mendatangkan berkah adalah harta yang
di peroleh dengan cara yang halal. Pandangan seperti ini tentu saja di
pengaruhi oleh ajaran islam.
Karena
itulah mereka cenderung mencari harta benda untuk sekedar untuk di pakai, kalau
sudah berlebih lebihan mereka khawatir menjadi siksa. Dari pandangan seperti
inilah, membuat orang melayu tidak melakukan penumpukan harta atau mencari
harta dengan jalan yang tidak benar. Sebenarnya islam juga mengajarkan orang
untuk jadi kaya, tentu saja dengan cara-cara yang benar, agar bisa membantu
orang lain, baik dalam bentuk sedekah, infak, zakat dan ibadah lainnya.
B.
Ragam
Busana Melayu
1.
Pakaian Adat Melayu
Di dalam
Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah cukup banyak gambaran yang menyatakan
bahwa seseorang yang berhasil melaksanakan perintah raja lalu ”diberi
persalinan dengan selengkap pakaian” dan “memakailah pakaian yang indah-indah.
Akan tetapi, sulit mencari keterangan seperti apakah agaknya segala macam
pakaian indah-indah yang dianugerahkan itu. Namun, disebutkan bahwa pakaian
raja-raja, dengan warna Diraja (Royal Ccolour) yaitu warna kuning, dan
larang-an memakai kain tipis yang berbayang-bayang seperti kasa. Lebih-lebih
dalam Adat Raja-Raja Melayu diperoleh keterangan cukup banyak tentang pakaian
majelis (dalam arti pertamanya mengacu pada keindahan) dan patut dibawa ke dalam
majelis (dalam arti kedua yang mengacu kepada makna perkumpulan orang ramai),
sopan, dan merendahkan diri.
Bagi orang
melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari
panas dan dingin, juga mengisyaratkan lambang-lambang.Lambang-lambang itu
mewujudkan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Dengan
adanya lambang-lambang budaya yang tersematkan di pakaian melayu, maka
kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat penting dalam kehidupan orang
melayu.Berbagai ketentuan adat mengatur bentuk, corak (motif), warna,
pemakaian, dan penggunaan pakaian.Ketentuan-ketentuan itu di berlakuan untuk
mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.
Pakaian
melayu dari ujung kaki sampai ujung melayu ada makna dan gunanya. Semua
dikaitkan dengan norma sosial, agama, adat istiadat, sehingga pakaian
berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Pakaian melayu juga dikaitkan
dengan fungsinya yaitu :
a.
pakaian sebagai penutup malu, yang berarti pakaian
berfungsi sebagai alat penutup aurat, menutup aib dan malu dalam arti yang
luas. Kalau salah memakai menimbulkan malu, kalau salah corak juga menimbulkan
malu, oleh karena itu pakaian harus dibuat, ditata dan dikenakan sesuai dengan
ketentuan adat yang berlaku didalam masyarakat.
b.
pakaian sebagai penjemput budi, yang berarti pakaian
berfungsi untuk membentuk budi pekerti, membentuk kepribadian, membentuk watak
sehingga si pemakai tahu diri dan berakhlak mulia.
c.
Pakaian penjunjung adat, yang berarti pakaian harus
mencerminkan nilai-nilai luhur yang terdapat didalam adat dan tradisi yang
hidup dalam masyarakat.
d.
Pakaian sebagai penolak bala, yang bermakna berpakaian
dengan cara yang benar dan patut akan menghindarkan pemakainya dari mendapat
bahaya atau malapetakan
e.
Pakaian menjunjung bangsa, yang berarti dengan
bersepadunya lambang-lambang dan nilai-nilai yang tertera dipakaian maka
terjemalah kepribadian bangsa atau masyarakat pemakainya. Pakaian dalam budaya
melayu harus mampu menunjukkan jati diri pemakainya.
Jenis pakaian melayu Pada kaum laki- laki, yaitu:
a.
Jenis-jenis pakaian untuk laki-laki yang masih bayi
adalah sebagai berikut :
·
Gurita yaitu sejenis berut yang dipakain pada bagian
perut bayi.
·
Baju belah yaitu sejenis baju yang tidak memakai kancing,
tetapi hanya diikat saja
·
Kain bedung yaitu kain yang digunakan sebagai pembalut
bayi
b.
Jenis pakaian untuk laki-laki yang masih kanak-kanak
adalah gurita gantung berbentuk trapezium yang disebut juga oto, baju monyet,
baju bersatu dengan celana, berlengan pendek atau maju kemeja biasa dengan
celana pendek.
c.
Jenis pakaian untuk orang dewasa laki-laki adalah
sebagai berikut :
·
Baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan
dalam sehari-hari dirumah, bersifat santai untuk acara-acara tidak resmi. Bisa
juga digunakan untuk menerima tamu dirumah atau pergi bertamu kerumah kerabat.
·
Baju melayu cekak musang terdiri dari celana, kain,
dan songkok atau tanjak. Bentuk baju ini berupa leher tidak berkerah dan
berkancing hanya sebuah serta bagian depan leher baju berbelah kebawah
sepanjang lebih kurang lima jari supaya mudah dimasukkan dari atas melalui
kepala, berlengan lebar, serta berkocek sebuah dibagian atas kiri dan dua buah
dibagian kiri dan kanan. Baju ini digunakan untuk acara keluarga seperti
kenduri.
·
Baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari
celana, kain sampin, dan penutup kepala atau songkok. Bentuk baju ialah leher
berkerah dan berkancing ( berupa kancing tap, kancing emas atau permata dan
lain-lain bergantung pada tingkat social dan kemampuan pemakai). Jumlah kancing
yang lazim empat buah melambangkan “sahabat rasulullah” atau lima buah yang
melambangkan “rukun islam”
d. Jenis pakaian untuk orangtua sama dengan laki-laki dewasa, hanya saja
dalam menggunakan bahan pakaian dan warna disesuaikan dengan usianya. Dahulunya
orang tua yang memegang jabatan dalam pemerintahan biasanya memakai baju
berkancing tujuh dengan pantolannya berwarna putih yang terbuat dari kain
drill.
3.
Pakaian Melayu Perempuan
jenis pakaian melayu Pada kaum perempuan
yaitu:
a.
Bayi perempuan sama pakaiannya dengan bayi laki-laki
b.
Kanak-kanak perempuan menggunakan kain sarung dengan
baju pendek tanpa selendang
c.
Pakaian pada
perempuan dewasa yaitu :
·
Baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan
selendang. Panjang atau kedalaman baju agak diatas lutut. Ada juga baju kurung
untuk sehari-hari dirumah yang kedalamannya sepinggang atau sedikit dibawah
pinggang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar
dileher pemakai .bentuk baju berlengan panjang dan ukuran badan longgar, tidak
boleh ketat. Bahannya bervariasi: polos, berbunga-bunga, dan lain-lain.
·
Baju kebaya labuh, yang terdiri dari kain, baju, dan
selendang. Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelangan tangan
sehingga gelang yang dikenakan perempuan kelihatan dan lebar lengan baju
kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman bervariasi dari sampai
betis atau sedikit keatas.
4.
Simbol Dalam Pakaian Melayu
Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan
pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang.
Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi
oleh masyarakatnya.
Di dalam ungkapan disebutkan bahwa “pakaian Melayu dari ujung kaki sampai
ke ujung rambut ada makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial,
agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka
ragam.
Setiap simbol mengandung makna tertentu “ada benda ada maknanya, ada cara
ada artinya, dan ada letak ada sifatnya”.[1][6]Begitu pula dalam pakaian melayu yang memiliki simbol
dalam pakaian yang dikenakan orang melayu.
a.
Motif
Dilihat dari carak atau motifnya pakaian melayu memiliki simbol dan makna
tertentu:
·
Corak semut beriring. Corak ini
dikaitkan dengan makna yang mengacu pada sifat kerukunan dan gotong royong.
·
Corak itik pulang. Corak ini dikaitkan dengan dengan
kerukunan dan persatuan, tidak terpecah belah.
·
Corak naga berjuang. Corak ini dihubungkan dengan
legenda tentang tentang naga sebagai penguasa lautan, gagah berani, dan
pejuang.
·
Corak bunga-bunga. corak ini dikaitkan dengan
keindahan, kecantikan, dan kesucian.
b.
Warna
Simbol dalam bentuk warna mengatur hal-hal berikut:
·
Kuning. Digunakan untuk raja-raja dan
bangsawan sebagai lambang kekuasaan
·
Merah. Digunakan untuk masyarakat secara
umum sebagai lambang kerakyatan.
·
Hijau dan putih. Digunakan untuk alim ulama sebagai
lambang agama islam
·
Biru. Digunakan untuk orang besar
kerajaan sebagai lambang orang patut-patut.
·
Hitam. Digunakan pemangku dan pemuka adat
sebagai lambang “hidup dikandung adat, mati dikandung tanah”. Warna hitam juga
dipakai sebagai warna kebesaran hulubalang atau panglima.
5.
Cara Memakai Pakaian
Lambang juga ditempatkan pada cara memakai pakaian melayu. Yaitu:
c.
Bagi Perempuan
·
Bagi anak gadis harus memakai kepala kainnya didepan.
·
Bagi orang perempuan tua memakai kepala kainnya
disamping kanan.
·
Perempuan yang bersuami, tapi belum tua memakai kepala
kainnya dibelakang
d.
Bagi laki-laki
·
Bagi raja, kepala kainnya boleh ditempatkan dimana
saja (bebas) tapi lazimnya sebelah belakang berat kedepan.
·
Bagi kaum bangsawan, kepala kainnya sebelah belakang
berat kekanan.
·
Bagi orang besar kerajaan, kepala kainnya sebelah
belakang berat kekiri.
·
Bagi putra mahkota (putra raja), kepala kainnya
sebelah kanan berat kedepan.
·
Bagi datuk-datuk, kepala kainnya sebelah kiri berat
kedepan
·
Bagi orang awam, kepala kainnya dibelakang penuh.
·
Bagi orang patut-patut kedalaman kainnya sedikit
dibawah lutut
·
Bagi orang muda-muda dan hulubalang kedalaman kainnya
sedikit diatas lutut
·
Bagi orang awam kedalaman kainnya labuh kebawah
Pada akhirnya, simbol-simbol dalam pakaian orang melayu dapat:
·
Menunjukkan identitas orang melayu itu sendiri
·
Mencerminkan status seseorang seperti raja,
hulubalang, rakyat biasa, dan lain-lain.
·
Mencerminkan jati diri dan kepribadian orang melayu
·
Sebagai simbol atau lambang keluhuruan seluruh
masyarakat yang menunjukkan nilai-nilai sebagai manusia yang berperadaban.
·
Dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur agama islam.
·
Merupakan salah satu keagungan budaya melayu
·
Merupakan puncak kebudayaan melayu yang dapat kita
saksikan sekarang ini.
6.
Fungsi Pakaian Melayu
Bagi masyarakat Melayu di
Riau, pakaian bukan hanya berfungsi untuk melindungi tubuh, namun juga
mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan
masyarakat. Beberapa fungsi pakaian adat bagi masyarakat Melayu daerah Riau
adalah sebagai berikut:
a.
Fungsi Budaya
Pakaian tradisional dapat menjadi ciri kebudayaan tertentu dalam suatu
masyarakat. Secara umum, fungsi pakaian untuk menutup tubuh. Namun, kemudian
muncul berbagai aksesori dan ciri khas yang membedakan antara suatu masyarakat
dengan masyarakat yang lain. Di masyarakat Riau, pakaian menjadi simbol yang
dipakai dalam pelaksanaan upacara atau dalam acara-acara tertentu. Setiap
upacara mempunyai jenis pakaian yang berbeda yang tentu saja juga berbeda
dengan pakaian yang dikenakan sehari-hari.
b.
Fungsi Estetik
Estetika busana Melayu Riau
muncul dalam berbagai bentuk hiasan yang terdapat dalam pakaian tersebut.
Selain berbagai hiasan, warna-warna dalam pakaian tradisional Riau juga
mengandung makna-makna tertentu. Misalnya, warna kuning mengandung arti
kekuasaan. Pakaian dengan warna seperti ini biasanya diperuntukkan bagi sultan
atau raja. Warna hitam mengandung makna keberanian. Pakaian dengan warna
seperti ini biasanya dipakai oleh para hulubalang dan para petarung yang
melambangkan ketangkasan mereka.
c.
Fungsi Religius
Pakaian tradisional daerah
Riau mengandung makna dan berfungsi keagamaan. Pengaruh Islam dalam tata cara
berpakaian sedikit banyak berpengaruh pada pakaian daerah Riau, di mana fungsi
pakaian adalah untuk menutup aurat. Hal ini dapat kita lihat pakaian perempuan
yang berbentuk baju kurung, kerudung, dan menutupi hampir semua anggota
tubuhnya. Selain dari bentuknya, fungsi religius pakaian tradisional Riau juga
terlihat dari simbol yang digunakan sebagai hiasan yang berbentuk bulan dan
bintang. Simbol tersebut mengandung makna ketakwaan terhadap Tuhan. Fungsi
religius busana Melayu di daerah Riau juga muncul di berbagai media yang mereka
gunakan untuk upacara, misalnya adanya kelengkapan tepung tawar.
d.
Fungsi Sosial
Pakaian tradisional Riau mengandung makna dan berfungsi secara sosial.
Pakaian tradisional Riau yang dipakai masyarakat, baik yang berasal dari
golongan bangsawan maupun masyarakat biasa adalah sama, yaitu baju kurung.
Perbedaannya hanya terletak pada bahan dan warna yang dipilih, dikarenakan
dalam tradisi masyarakat Riau warna pakaian mempunyai lambang dan makna
tertentu.
e.
Fungsi Simbolik
Pakaian tradisional mempunyai
makna simbolik tertentu yang dapat diterka lebih dahulu untuk mengetahui
maknanya. Nilai-nilai simbolik yang terkait dengan pakaian tradisional,
perhiasan, serta kelengkapannya terdapat pada kostum yang dipakai dalam
upacara-upacara tradisional. Busana bukan hanya dimaknai sebagai pakaian yang
dipakai, namun juga peralatan upacara yang digunakan. Beberapa makna yang
terkandung dalam busana tradisional masyarakat Melayu Riau misalnya sirih
(lambang persaudaraan dan kehormatan), bibit kelapa (simbol keturunan), payung
(tempat bernaung). Pakaian yang dikenakan orang-orang Melayu Riau
memperlihatkan bahwa hampir setiap apa yang mereka kenakan mengacu pada
simbol-simbol.
7.
Nilai-Nilai Pakaian Melayu
Nilai-nilai yang terkandung dalam pakaian tradisional Melayu Riau adalah
sebagai berikut:
a.
Nilai Tradisi
Busana yang dikenakan dalam suatu
upacara adat telah menjadi tradisi selama bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri
khas dan keunikan sebuah masyarakat. Dari busana adat yang dikenakan, maka
dapat dipelajari mengenai tradisi masyarakat yang bersangkutan.
b.
Nilai Pelestarian Budaya
Pakaian merupakan salah satu produk kebudayaan modern yang semakin hari
semakin berkembang. Pakaian adat yang saat ini banyak dipakai masyarakat Melayu
Riau merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Melestarikan busana
tradisional tersebut sama artinya dengan melestarikan kekayaan budaya Melayu.
c.
Nilai Sosial
Pakaian menjadi simbol tertentu yang menjadi penanda status seseorang.
Selain itu, lewat nilai-nilai yang dikandungnya, pakaian Melayu juga bermakna
sebagai media untuk menyatukan masyarakat. Nilai-nilai sosial itu muncul karena
dalam pakaian tradisional tersebut tersemat makna-makna tertentu yang dinilai
dan ditafsirkan oleh masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seperti yang telah kita bahas bersama-sama tadi, maka dapat ditarik kesimpulan,
bahwa gambaran tentang Budaya kerja masyarakat Melayu, sebagian besar masih
terdapat dalam masyarakat Melayu, baik yang tinggal dikota maupun
dikampung-kampung. Mudah-mudahan dengan apa yang telah kami paparkan, kita
semua dapat mengenal dan mengetahui bahwa masyarakat Melayu memiliki budaya
kerjanya sendiriPakaian melayu dari ujung kaki sampai ujung melayu ada
makna dan gunanya. Semua dikaitkan dengan norma sosial, agama, adat istiadat,
sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Pakaian melayu
juga dikaitkan dengan fungsinya yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian
sebagai penjemput budi, Pakaian penjunjung adat, Pakaian sebagai penolak bala,
dan Pakaian menjunjung bangsa.
Pada
akhirnya, simbol-simbol dalam pakaian orang melayu dapat: Menunjukkan identitas
orang melayu itu sendiri, Mencerminkan status seseorang seperti raja,
hulubalang, rakyat biasa, dll, Mencerminkan jati diri dan kepribadian orang
melayu, Sebagai simbol atau lambang keluhuruan seluruh masyarakat yang menunjukkan
nilai-nilai sebagai manusia yang berperadaban.
B.
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini kepada setiap pembaca hendaknya memberikan
saran serta kritik yang membangun sehingga untuk pembuatan makalah selanjutnya
dapat lebih sempurna. Kami selaku
kelompok mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini
karena manusia tidak luput dari kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, B.A, dkk. 2004. Busana
Melayu. Pekanbaru : Yayasan Pustaka Riau.
Elmustian Rahman, dkk.2003. Tamadun Melayu.
Kuala Lumpur.
Muhammad, Bushar. 2000.
Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta : Pradnya Paramita.
Tenas, Efendi. 1989. Ungkapan
Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Dahril, Tengku.2000. Tamadun
Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Husein, Ismail, dkk.2003. Etos
Kerja DalamAcuan Budaya Melayu. Jakarta: Gema Insani Press
1 komentar:
comel pula blog ni hihihi
Posting Komentar